MENGAPA MARGA ITU PERLU?
Sejak dulu Orang Batak
telah mempunyai marga. Marga memegang peranan dalam adat istiadat, budaya,
pergaulan, dan kehidupan sosial di lingkungan masyarakat Batak, khususnya dalam
rangka melaksanakan falsafah Dalihan na Tolu. Selama- orang masih mengaku
dirinya sebagai Orang Batak ia akan tetap memerlukan marganya di dalam
penyelenggaraan adat istiadat, budaya, dan tata krama pergaulan di dalam
masyarakat, sekalipun ia hidup di perantauan.
Selain itu, marga yang diwarisi secara turun temurun itu dapat berfungsi sebagai family name, yang umumnya pada banyak bangsa di dunia ini diwariskan kepada keturunannya. J adi, marga itu –umpanya Lumbantoruan– dapat berfungsi sebagai salah satu identitas.
Selain itu, marga yang diwarisi secara turun temurun itu dapat berfungsi sebagai family name, yang umumnya pada banyak bangsa di dunia ini diwariskan kepada keturunannya. J adi, marga itu –umpanya Lumbantoruan– dapat berfungsi sebagai salah satu identitas.
DI MANAKAH TEMPAT
BERMUKIM MARGA LUMBANTORUAN?
Semula, Sihombing
bermukim di Pulau Samosir. Mungkin untuk memperoleh ruang hidup yang lebih baru
dan lebih baik ia bersama keempat anaknya: Silaban, Lumbantoruan,
Nababan, dan Hutasoit pindah ke Tipang, seberang Danau Toba. Tipang terletak di pantai, selatan Danau Toba, pada tanah pesisir yang sempit, dikelilingi perbukitan yang cukup, tinggi di sebelah selatan, tidak jauh dari Bakara –tempat pemukiman Raja Sisingamangaraja.
Keluarga Sihombing beserta anak-anaknya cepat berlipat ganda di Tipang, hal yang membuat lahan persawahan dan pertanian yang terasa kurang. Oleh sebab itu, sebagian
Nababan, dan Hutasoit pindah ke Tipang, seberang Danau Toba. Tipang terletak di pantai, selatan Danau Toba, pada tanah pesisir yang sempit, dikelilingi perbukitan yang cukup, tinggi di sebelah selatan, tidak jauh dari Bakara –tempat pemukiman Raja Sisingamangaraja.
Keluarga Sihombing beserta anak-anaknya cepat berlipat ganda di Tipang, hal yang membuat lahan persawahan dan pertanian yang terasa kurang. Oleh sebab itu, sebagian
keturunan Sihombing
bermigrasi (pindah) ke dataran tinggi, atau disebut juga Humbang, Semula,
keturunan Lumbantoruan mendirikan kampung dekat Lintongnihuta, namanya,
Sipagabu. Dari Sipagabu inilah secara bertahap keturunan Lumbantoruan berpencar
dii daerah Humbang, yaitu:
a) Lintongnihuta dan
sekitarnya
b)
Bahalbatudansekitarnya
c) Sibaragas dan
sekitarnya
d) Sipultak dan
sekitarnya
e) Butar dan sekitarnya.
Di tiga daerah pertama
bermukim keturunan Hutagurgur Lumbantoruan, anak sulung Lumbantoruan. Di Butar
dan sekitarnya bermukim keturunan Toga Hariara Lumbantoruan, anak kedua
(bungsu) dari Lumbantoruan. Di keempat daerah tersebut marga Lumbantoruan
merupakan mayoritas ketimbang marga-mara yang lain. Selain di empat daerah itu,
keturunan Lumbantoruan juga berbaur dengan Silaban, Nababan, dll
Hutasoit di luar
Humbang, persisnya di sekitar Pahae yang berbatasan dengan Angkola. Di Tipang
sendiri sampai sekarang masih tinggal bermukim sekelompok Lumbantoruan
keturunan Mambirjalang, dalam hal ini Pareme dan Nasorasabat.
Perlu juga diketahui
tempat pemukiman ketiga marga keturunan Sihombing (Silaban, Nababan, dan
Hutasoit) di Humbang Hasundutan, yaitu:
1. Silaban di
Silabanrura, Butar
2. Nababan di
Nagasaribu, Lumban Tonga-tonga Paniaran, Sipariama, dan Lumban Motung dan
sekitarnya.
3. Hutasoit di
Siborong-borong, Butar, Lintongnihuta, dan sekitarnya.
Untuk beberapa abad,
persawahan dan pertanian di tempat pemukiman Lumbantoruan masih terasa cukup.
Akan tetapi, seiring dengan percepatan pertumbuhan keturunan Lumbantoruan yang
cepat berlipat ganda, persawahan dan pertanian pun semakin terbatas. Sejak itulah
keluarga-keluarga Lumbantoruan bermigrasi ke tempat lain. Pada masa Perang
Kemerdekaan, perpindahan keluarga-keluarga Lumbantoruan makin meningkat ke
daerah Sumatera Timur. Secara bertahap hingga sekarang keluarga-keluarga
Lumbantoruan (terlebih generasi mudanya) banyak yang pindah ke tempat lain,
tersebar hingga ke kota-kota besar dan pulau-pulau lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar