Minggu, 16 Maret 2014

Kalender bangso Batak

Orang Batak juga memiliki penanggalan kelender dimana setiap tanggal memiliki arti. Kalau dilihat dari kekayaan budaya Batak sebenarnya kita tidak kalah dengan CHina atau Yunani. Bisakah kita mempopulerkan kekayaan tersebut agar bangso Batak bisa disejajarkan dengan bangso-bangso yang memiliki budaya tinggi? Ini adalah salah satu kekayaan bangso Batak tentang penanggalan.


1. ARTIA: Hari baik untuk mengadakan musyawarah dalam segala hal
2. SUMA: Hari baik untuk memancing ikan, berburu, menjerat dan lain-lain
3. ANGGARA: Hari naas/buang sial, sangat baik untuk berperang dan membuat obat, berburu.
4. MUDA: Hari padi, sangat baik untuk menanam tanaman dan penyemaian
5. BROSPATI: Hari baik untuk berpesta, mendirikan rumah, memasuki rumah baru, mencari pekerjaan dan untuk memulai suatu usaha
6. SIKKORA: Hari baik dalam penentuan, melangkah ke perantauan, melamar pekerjaan, menjumpai orang besar (berpangkat), memulai berdagang, pesta perkawinan, meminang kekasih
7. SAMISARA: Hari “Raja”, sangat baik untuk pengantin baru, pesta, kawin lari, memanggil roh, mandi bunga
8. ARTIANNIEAK: Hari baik untuk semua pesta, musyawarah, mandi bunga, memasuki rumah baru, maaf-maafan, dan memulai usaha baru
9. SUMANI MANGADOP: Hari kurang baik, waspadalah dalam segala hal.
10. ANGGARA SEPULU: Hari sial, berhati-hatilah dalam berkomunikasi, sangat baik untuk membuat obat baru dan memancing
11. MUDA NI MANGODOP: Hari santai )istrahat) dan sangat baik untuk berpesta
12. BROSPATI NI TUNGKUP: Hari baik untuk menyuapi orang besar (berpangkat) melamar suatu pekerjaan, memanggil roh keluarga, mandi bunga, bersekutu dengan Tuhan Ynag Maha Esa
13. SIKKORA PURASA: Hari baik untuk pesta perkawinan, mendirikan rumah, mengunjungi orang tua atau mertua, memasuki rumah baru dan mandi bunga
14. SAMISARA PURASA: Hari “Raja”, sangat baik mengadakan pesta besar, pesta muda-mudi, mengantar anak ke rumah mertua, mandi bunga
15. TULA: Hari sial, yang baik dilakukan menebas ladang dan menanam kelapa
16. SUMA NI HOLOM: Hari yang kurang baik, tetapi baik untuk memancing dan berburu
17. ANGGARA NI HOLOM: Hari buang sial, mandi bunga dan membuat obat
18. MUDA NI HOLOM: Hari panen padi, sangat baik untuk memulai panen padi, memasukkan padi kedalam lumbung
19. BROSPATI NI HOLOM: Hari baik untuk menebang pohon kayu guna bahan bangunan rumah dan memancing
20. SIKKORA MORATURUN: Hari baik untuk mengunjungi sanak famili, pindah rumah dan mengangkat tulang
21. SAMISARA MORATURUN: Hari baik untuk memasang jerat, memancing dan berburu
22. ARTIAN NI ANGGA: Hari baik untuk turun ke laut, membuang penyakit, mandi bunga, membuat obat, memancing ikat dan membuat obat
23. SUMANI MATE: Hari baik untuk berburu dan memancing
24. ANGGARA NI BEGU: Hari baik untuk memanjatkan doa, minta rejeki dan mandi bunga
25. MUDA NI MATE: Hari padi, memanen dan pesta
26. BROSPATI NI GOK: hari baik untuk istrahat, membawa makanan untuk orang tua, mengganti pakaian orangtua, mengunjungi mertua, pesta pernikahan dan membuat obat
27. SIKKORA DUDUK: Hari penyakit, membuat obat, berburu dan memancing
28. SAMISARA BULAN MATE: Hari baik turun ke laut, membuat penyakit, berburu dan memancing
29. HURUNG: Hari kurang aik, berhati-hati dalam rencana/langkah
30. RIKKAR: Hari baik untuk saling maaf-memaafkan (musyawarah) memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Jumat, 14 Maret 2014

Silsilah Sihombing dari Si Raja Batak

(1) Si Raja Batak
|
(2) Guru Tatea Bulan + [ Raja Isumbaon ]
|
(3) [ Tuan Sorimangaraja ] + Raja Asiasi + Sangkar Somalidang
|
(4) Sorba Di Julu/Naimbaton (Parna) + Sorba Di Jae/Nairasaon + [ Sorba Di Banua / Naisuanon ]
(5) Sibagot Nipohan
Sipaettua 
Silahi Sabungan
Raja Oloan
Raja Huta Lima
[Si Raja Sumba] 
Si Raja Sobu
Siraja Naipospos 
|
(6) [Toga Sihombing] + Toga Simamora
|
(7) Borsak Junjungan (Silaban)
 Borsak Sirumonggur (Lumban Toruan)
Borsak Mangatasi (Nababan)
Borsak Bimbingan (Hutasoit)

Lagu Mars Toga Sihombing (Cipt : Sakkan Sihombing)


Hamu amang inang naliat nalolo.
Denggan bege hamu asa hupaboa.
Asa tangkas botoonmu.
Tarombo ni toga sihombing i.

Opat do anak ni toga sihombing i
Silaban mai anak siangkangan nai.
Lumban toruan ma anak sipaidua i.
Nababan mai napatoluhon.
Hutasoit siappudanna i.

Digoari ma anaknai silabani borsak junjungan.
Ala sude do tahe ditogu togu akka tinodohon nai.
Digoari ma muse si lumban toruan borsak sirumonggur i.
Ala ibana do tahe mamboan goarni oppu i.

Nabanan didok mai borsak mangatasi.
Ala so olo i tahe hatinggalan sian hahanai.
Borsak bimbinan mai sihutasoit siappudani.
Alani haburjuon nai tahe tu sude haha nai.

Digoari ma anaknai silabani borsak junjungan.
Ala sude do tahe ditogu togu akka tinodohon nai.
Digoari ma muse si lumban toruan borsak sirumonggur i.
Ala ibana do tahe mamboan goarni oppu i.

Nabanan didok mai borsak mangatasi.
Ala so olo i tahe hatinggalan sian hahanai.
Borsak bimbinan mai sihutasoit siappudani.
Alani haburjuon nai tahe tu sude haha nai.

O ~~ toga…sihombing
O ~~ toga…sihombing


Source : http://sihombingfamily.blogspot.com/

Sejarah Sihombing Borsak Sirumoggur

Lumbantoruan merupakan salah satu marga dari suku Batak, diwarisi oleh semua yang bermarga Lumbantoruan, baik lelaki maupun wanita dari garis keturunan Bapak secara turun-temurun. Lumbantoruan yang pertama bergelar BORSAK SIRUMONGGUR, merupakan anak kedua dari Sihombing yang mempunyai 4 orang anaklaki-laki dengan urutan sebagai berikut:

MENGAPA MARGA ITU PERLU?
Sejak dulu Orang Batak telah mempunyai marga. Marga memegang peranan dalam adat istiadat, budaya, pergaulan, dan kehidupan sosial di lingkungan masyarakat Batak, khususnya dalam rangka melaksanakan falsafah Dalihan na Tolu. Selama- orang masih mengaku dirinya sebagai Orang Batak ia akan tetap memerlukan marganya di dalam penyelenggaraan adat istiadat, budaya, dan tata krama pergaulan di dalam masyarakat, sekalipun ia hidup di perantauan.

Selain itu, marga yang diwarisi secara turun temurun itu dapat berfungsi sebagai family name, yang umumnya pada banyak bangsa di dunia ini diwariskan kepada keturunannya. J adi, marga itu –umpanya Lumbantoruan– dapat berfungsi sebagai salah satu identitas.
DI MANAKAH TEMPAT BERMUKIM MARGA LUMBANTORUAN?
Semula, Sihombing bermukim di Pulau Samosir. Mungkin untuk memperoleh ruang hidup yang lebih baru dan lebih baik ia bersama keempat anaknya: Silaban, Lumbantoruan,

Nababan, dan Hutasoit pindah ke Tipang, seberang Danau Toba. Tipang terletak di pantai, selatan Danau Toba, pada tanah pesisir yang sempit, dikelilingi perbukitan yang cukup, tinggi di sebelah selatan, tidak jauh dari Bakara –tempat pemukiman Raja Sisingamangaraja.

Keluarga Sihombing beserta anak-anaknya cepat berlipat ganda di Tipang, hal yang membuat lahan persawahan dan pertanian yang terasa kurang. Oleh sebab itu, sebagian


keturunan Sihombing bermigrasi (pindah) ke dataran tinggi, atau disebut juga Humbang, Semula, keturunan Lumbantoruan mendirikan kampung dekat Lintongnihuta, namanya, Sipagabu. Dari Sipagabu inilah secara bertahap keturunan Lumbantoruan berpencar dii daerah Humbang, yaitu:
a) Lintongnihuta dan sekitarnya
b) Bahalbatudansekitarnya
c) Sibaragas dan sekitarnya
d) Sipultak dan sekitarnya
e) Butar dan sekitarnya.
Di tiga daerah pertama bermukim keturunan Hutagurgur Lumbantoruan, anak sulung Lumbantoruan. Di Butar dan sekitarnya bermukim keturunan Toga Hariara Lumbantoruan, anak kedua (bungsu) dari Lumbantoruan. Di keempat daerah tersebut marga Lumbantoruan merupakan mayoritas ketimbang marga-mara yang lain. Selain di empat daerah itu, keturunan Lumbantoruan juga berbaur dengan Silaban, Nababan, dll
Hutasoit di luar Humbang, persisnya di sekitar Pahae yang berbatasan dengan Angkola. Di Tipang sendiri sampai sekarang masih tinggal bermukim sekelompok Lumbantoruan keturunan Mambirjalang, dalam hal ini Pareme dan Nasorasabat.
Perlu juga diketahui tempat pemukiman ketiga marga keturunan Sihombing (Silaban, Nababan, dan Hutasoit) di Humbang Hasundutan, yaitu:
1. Silaban di Silabanrura, Butar
2. Nababan di Nagasaribu, Lumban Tonga-tonga Paniaran, Sipariama, dan Lumban Motung dan sekitarnya.
3. Hutasoit di Siborong-borong, Butar, Lintongnihuta, dan sekitarnya.
Untuk beberapa abad, persawahan dan pertanian di tempat pemukiman Lumbantoruan masih terasa cukup. Akan tetapi, seiring dengan percepatan pertumbuhan keturunan Lumbantoruan yang cepat berlipat ganda, persawahan dan pertanian pun semakin terbatas. Sejak itulah keluarga-keluarga Lumbantoruan bermigrasi ke tempat lain. Pada masa Perang Kemerdekaan, perpindahan keluarga-keluarga Lumbantoruan makin meningkat ke daerah Sumatera Timur. Secara bertahap hingga sekarang keluarga-keluarga Lumbantoruan (terlebih generasi mudanya) banyak yang pindah ke tempat lain, tersebar hingga ke kota-kota besar dan pulau-pulau lainnya.
Akibatnya sekarang, banyak kampung di Humbang, daerah asal Lumbantoruan, mayoritas penduduknya adalah orang-orang yang sudah tua. Banyak para pemuda meninggalkan kampung halamannya untuk sekolah atau untuk memperoleh hidup yang lebih baik.

Hubungan Marga Sihombing Dengan Marga Naibaho


Turi-turianni Parpadanan Sihombing Lumbantoruan dengan Naibaho
Horas dihita sude,

sebuah Legenda/cerita kuno yang mengisahkan awal mula parpadanan (Sumpah) antara Marga Sihombing Lumbantoruan dengan Marga Naibaho. Saya akan coba menuliskan turi-turian (cerita) ini dalam bahasa Indonesia sehari-hari.


Dahulu kala di daerah Humbang tengah terjadi peperangan antara Marga Sihombing dengan Marga Marbun. Jika kita ambil data-data tarombo marga, dalam hal cerita ini yang sedang berperang adalah Marga Sihombing yang bernama Op.Raung Nabolon yang memiliki 3 anak yaitu : Op.Hombar Najolo, op.Ginjang Manubung dan Op.Pande Namora. Sundut(Generasi) Nomor 4 dan Nomor 5 terhitung dari Borsak Sirumonggur Lumbantoruan (sesuai dengan aturan penomoran generasi marga Sihombing Lumbantoruan).
Jauh diseberang Danau Toba,tepatnya di pulau Samosir daerah Pangururan bermukim marga Naibaho ( anak pertama dari Siraja Oloan); ada keturunannya seorang Datubolon (Dukun pendekar sakti) yang bernama op.Datu Galapang. op.Datu Galapang ini dikenal sebagai pangaranto bolon (suka merantau) untuk mencari dan menjajal ilmu hasattian (kesaktian).

Terjadilah sebuah kisah memilukan dimana op.Datu Galapang mardenggan-denggan (berhubungan) dengan ibotonya sendiri yaitu namboru Siboru Naitang,sampai lahir keturunan dari mereka berdua itulah yang sekarang menjadi marga Sitindaon (sitandaon ma on=sebagai tandalah ini) atas persitiwa tersebut. Akibat dari kejadian ini membuat marah Marga Naibaho dan menjatuhkan hukuman kepada kedua pasangan terlarang tersebut. Op.Datu Galapang dibuang kehutan angker yang penuh dengan harimau buas sedangkan namboru Siboru Naitang dipanongnong (ditenggelamkan ke danau). Menurut mitos kuno yang masih dipercaya sampai sekarang, namboru SiBoru Naitang menjadi penunggu Danau Toba.Singkat cerita, karena kesaktiannya op.Datu Galapang berhasil meloloskan diri dari Hutan angker tersebut dan pergi ke Humbang melanjutkan perjalanannya dalam mencari ilmu. Keunikan op.Datu Galapang ini,dia hanya membawa sebilah belati untuk senjatanya serta selalu membawa segumpalan tanah dan sekantung air.

Kembali ke awal cerita diatas,tengah berlangsung perang antara marga Sihombing dan marga Marbun.

Dikarenakan ada seorang pangulu balang (panglima perang) dari marga Marbun yang demikian kuat dan sakti,membuat marga Sihombing berada diambang kekalahan. Karena Sihombing diambang kekalahan,mendengar bahwa op.Datu Galapang berada di humbang maka marga Sihombing berusaha meminta pertolongan kepadanya. Mungkin karena sudah dituntun oleh Mulajadi Nabolon (sebutan Tuhan dalam kepercayaan Batak kuno), op.Datu Galapang akhirnya membantu marga Sihombing yang sedang diambang kekalahan.

Op.Datu Galapang mendatangi wilayah marga Marbun dan bermaksud menemui panglima perang Marbun yang kuat dan sakti tersebut. Sesampainya didaerah kekuasaan Marbun,op.Datu Galapang menabur tanah dan menginjaknya serta meminum air yang dibawanya (inilah salah satu tanda kesaktiannya). Seketika datanglah Marga Marbun menghampiri dan berusaha mengusir op.Datu Galapang. Mendengar hal itu op.Datu Galapang hanya menjawab dengan perkataan : ” boasa palaohonmuna au? ia Tanokku do na hudege jala aekku do na huinum. (kenapa kalian mengusir saya? bukannkah tanahku sendiri yang kupijak dan airku sendiri yang kuminum).” Mendengar ucapan yang “tidak biasa” itu,Karena mereka sadar yang mereka temui tersebut bukan “orang sembarangan”,maka marga Marbun akhirnya memanggil panglimanya .Karena mereka sadar yang mereka temui tersebut bukan “orang sembarangan.”
Kesaktian panglima Marbun yaitu tidak dapat dibunuh selama badan dan kakinya menyentuh tanah (ilmu ini didaerah Jawa dikenal dengan ajian Rawa Ronteg ). Dengan sedikit akalnya,op.Datu Galapang mengakalinya dengan menyuruh panglima Marbun tersebut memanjat sebuah pohon mangga,karena diatas pohon tersebut terdapat sebuah mangga yang jika dimakan dapat menambah kesaktian seseorang. Ketika sang panglima memanjat pohon itu,serta merta pada saat itu kaki dan badannya tidaklah lagi menyentuh tanah.Kesempatan ini tidak disia-siakan Op.Datu Galapang, dan segera menikam tubuh panglima Marbun tersebut hingga tewas. Melihat panglimanya sudah tak berdaya lagi,semangat tempur marga Marbun menjadi mundur. Sampai akhirnya marga Marbun terkalahkan dan marga Sihombing memenangi perang tersebut.
Atas jasanya, maka op.Datu Galapang diampu (diangkat) anak oleh Marga Sihombing dan sejak saat itu sah telah menjadi Marga Sihombing bukan Naibaho lagi.Menjadi anak ke 4 dari Op.Raung Nabolon seperti telah disebutkan pada awal cerita diatas.Demikianlah,sehingga terjadi parpadanan antara Marga Sihombing dan Naibaho.Karena jika dilihat secara genetik, keturunan marga Sihombing dari op.Datu Galapang hanya gelar marganya saja yang Sihombing Lumbantoruan,namun darah yang mengalir ditubuhnya tetap darah Raja Naibaho. Namun dikarenakan sumpah(padan) yang kuat,tidak hanya khusus kepada keturunan op.Datu Galapang saja yang tidak boleh marsibuatan (mengawini) dengan ibotonya sendiri (boru Naibaho) ;Anak dari op.Datu Galapang ada 3 yaitu : op.Tuan Guru Sinomba,op.Juara Babiat dan op.Datu Lobi. Tetapi berlaku kepada seluruh keturunan Marga Sihombing Lumbantoruan Lainnya.
Sebagai tambahan mengenai cerita diatas,sampai saat ini masih terdapat pro dan kontra apakah Marga Sihombing Lumbantoruan (khusunya keturunan dari Op.Datu Galapang) hanya berpadan dengan marga Naibaho saja, ataukah kepada ke 5 Marga Lainnya keturunan Si Raja Oloan yaitu : Sihotang,Sinambela,Bakkara,Manullang dan Sihite.Karena jika ditelaah lebih dalam dari uraian cerita diatas, op.Datu Galapang adalah keturunan langsung dari Marga Naibaho dimana didalam tubuhnya secara genetik mengalir darah Siraja Oloan???
Satu sumber menyebutkan,hanya marga Sihotang yang mau “mengikuti” padan diatas. Karena pernah diucapkan marga Sihotang kepada Marga Naibaho (sebagai haha dolinnya) : padanni Hahadoli nami siihuttonon hami do (sumpah kepada abang kami akan kami ikuti sebagai adiknya). Tapi dilain pihak ada beberapa pihak mengatakan bahwa yang marpadan hanyalah Marga Naibaho saja,bukan berarti ke 5 marga SiRaja Oloan yang lain mengikutinya. (karena ada beberapa marga Sihombing Lumbantoruan yang sudah memperisitri br.Sihotang,br.Sihite)
Padan Marga Sihombing Lumbantoruan dengan Marga Naibaho dan Marga Sitindaon tetap dipegang kuat sampai sekarang karena masih adanya hubungan pertalian darah (sisada mudar).
Perbedaan pendapat bukan untuk menjadi bibit perselisihan.Dalam hal ini penulis bukan berusaha memperdebatkan padan najolo (sumpah dahulu kala).Tetapi tidaklah lain hanya berusaha melestarikan turi-turian najolo (cerita-cerita legenda) supaya tidak hilang “digilas” kerasnya perputaran jaman.
*Akka padan naung pinukka akka ompunta sijolo-jolo tubu,si ihuttononta akka na parpudi *
Related By : www.borsaksirumonggurlumbantoruan.blogspot.com

Kamis, 13 Maret 2014

Batak Menurut William Marsden

Buku History of Sumatra karangan William Marsden yang diterbitkan pada tahun 1811 sebenarnya sudah ada yang diterjemahkan oleh Remaja Rosdakarya di tahun 1999 dan oleh Komunitas Bambu pada tahun 2008.

Apabila anda belum memiliki buku-buku tersebut, maka Batakone mencoba untuk menerbitkan beberapa posting berserial khususnya untuk Bab-20 tentang Batak. Postingan ini tidak diambil dari dua buku terjemahan yang disebutkan di atas tetapi langsung dari teks bahasa Inggris koleksi Universitas Michigan yang dicetak oleh pengarang J. McCreery, dan diterjemahkan secara bebas. Apabila ada interpretasi yang berbeda dengan buku terjemahannya harap dimaklumi.

PENGANTAR

The History of Sumatra adalah sebuah buku yang diterbitkan tahun 1810 oleh penulisnya William Marsden (1754 – 1836). Bukunya edisi-2 diterbitkan pada tahun 1784 sebanyak 373 halaman, dan Edisi-3 – pada tahun 1811 sebanyak 479 halaman berasal dari buku asli koleksi Universitas Michigan yang dicetak oleh pengarang J. McCreery dan dipasarkan oleh Longman, Hurst, Rees, Orme, dan Brown di tahun 1811.
Buku The History of Sumatra berisi tentang pemerintahan, hokum, adat istiadat, karakter dasar penduduk pribumi, serta penjelasan tentang hasil-hasil bumi, dan hubungan antar pemerintahan kerajaan di Pulau Sumatra.
 
William Marsden yang lahir tanggal 16 Nopember 1754 dan meninggal tanggal 6 Oktober 1836 merupakan pionir dalam studi tentang Indonesia dan Sumatra secara umum dan khususnya Bangsa Batak. William Marsden juga sebagai seorang ahli di bidang studi bangsa-bangsa di timur, termasuk sebagai ahli dibidang studi bahasa-bahasa asli, dan sebagai kolektor koin-koin kuno.
William Marsden adalah anak seorang pedagang dari Dublin. Dia diangkat sebagai pelayan umum disebuah Perusahaan India Timur pada usia 16 tahun dan dikirim ke Bengkulu pada tahun 1771. Kemudian William Marsden diangkat menjadi Sekretaris Utama Pemerintah karena memahami bahasa melayu termasuk pengetahuannya tentang negri Sumatra. Sekembalinya ke London di tahun 1779, dia menulis History of Sumatra (Sejarah Sumatra).
 
Buku Sejarah Sumatra terdiri dari 23 bab dimana pada Bab-20 khusus menceritakan tentang BATAK. Pada Buku Sejarah Sumatra ini, William Marsden menulis 17 sub-bab mengenai BATAK yang berisi tentang: Negri Batak, Teluk Tapanuli, Perjalanan ke Pedalaman, Kayu Manis (Cassia Trees), Pemerintahan, Tentara, Peralatan Perang, Perdagangan, Dewa-dewa, Makanan, Sifat-sifat, Bahasa, Tulisan, Agama, Acara Penguburan, Kriminal, Kebudayaan yang Luarbiasa.

B A T A K

Satu diantara penduduk pulau yang dapat disebutkan sangat berbeda, dan dengan segala hormat disebutkan secara tegas sebagai orang asli Sumatra, adalah Bangsa Batak (Battas), yang sangat jauh berbeda dari penduduk lainnya, dari segi adat istiadat dan kebiasaan
nya yang sangat luarbiasa, dan khususnya dalam beberapa penerapannya yang diluar dari kebiasaan, sehingga harus dibuat perhatian khusus untuk menjabarkannya.

LETAK NEGRI BATAK (TANO BATAK)

Negri Batak dibatasi sebelah utara berbatasan dengan Aceh, yang dibatasi oleh Gunung Papa dan Gunung Deira, dan disebelah selatan dibatasi oleh kawasan bebas yang disebut Rau atau Rawa (Daerah Rao sekarang, red.); memanjang sepanjang pantai laut disebelah barat dari mulai sungai Singkel (Singkil, red.) sampai ke Tabuyong, dan didaratannya, berbatasan dengan Ayer Bangis (Air Bangis, red.), dan secara umum berbatasan sepanjang pulau, yang menyempit disekitar kawasan itu, sampai ke pantai bagian timur, kira-kira lebih kurang sampai ke batasan kekuasaan Melayu dan Aceh dibagian daerah maritimnya, sebagai kekuasaan komersial. Kawasan Tanah Batak sangat padat penduduknya, terutama di kawasan pusat, dimana terdapat dataran terbuka dan masih perawan, di perbatasannya (sebagaimana disebutkan) terdapat sebuah danau yang sangat besar, tanahnya subur, dan pertaniannya jauh lebih maju daripada di daerah negri bagian selatan, yang masih ditutupi oleh hutan lebat, dimana terlihat pohon-pohon kosong kecuali pohon-pohon yang ditanami oleh penduduk disekitar kampung, kecuali disepanjang tebing sungai masih tumbuh lebat, tetapi dimanapun terlihat suasana yang kuat menggambarkan keberadaan daerah itu. Jumlah air kelihatan tidak begitu melimpah dibanding kawasan bagian selatan, yang boleh dikatakan berada agak lebih rendah, di bukit barisan yang memanjang kearah utara dari mulai Selat Sunda sampai daerah pedalaman pulau, yang berukuran luas sampai berakhir di Gunung Passumah (Pasamah, red.) atau Gunung Ophir (Pusuk Buhit, red.). Disekitar Teluk Tappanuli (Tapanuli, red.) dataran tingginya berhutan lebat sampai ke dekat pantai.

Resitasi Sub-Bab LETAK NEGRI BATAK:

William Marsden menyebutkan bahwa Bangsa Batak adalah yang paling pantas disebut sebagai penduduk asli Pulau Sumatra.
Bangsa Batak sangat jauh berbeda dengan penduduk dari segi adat istiadat dan kebiasaannya yang sangat luarbiasa sehingga harus dibuat perhatian khusus untuk menjabarkannya.
William Marsden menggambarkan bahwa Letak Negri Batak adalah sepenuhnya Sumatra Utara Sekarang, yang berbatasan dengan Propinsi Sumatra Barat dan daratan sampai
ke Propinsi Riau dan disebelah baratnya di Singkil dan Air Bangis berbatasan dengan Propinsi Nangro Aceh.
William Marsden juga menggambarkan bahwa di Pusat Tanah Batak (Silindung dan Toba, red.) sudah sangat padat penduduknya yang dikatakan dekat dengan danau yang sangat besar (Danau Toba, red.).
Pertanian di Pusat Tanah Batak (Toba, Silindung, red.) sudah sangat baju dan semua dataran terpakai untuk pertanian tetapi pohon-pohon besar sudah agak kosong kecuali disekitar perkampungan.
Di bagian selatan Tanah Batak disebutkan masih banyak hutan lebat, tetapi jumlah air masih lebih melimpah di daerah selatan karena tanahnya lebih rendah.
Tanah Batak pedalaman disebutkan terletak di Bukit Barisan yang memanjang dari mulai Selat Sunda sampai berakhir di Gunung Passumah atau Gunung Ophir.

Catatan:
Gunung Ophir adalah suatu tempat yang masih menjadi misteri. Sejak dikemukakan oleh Plato di abad-4&5, banyak kalangan yang meneliti dimana keberadaan Gunung Ophir. William Marsden menyebutkan bahwa Gunung Ophir adalah Gunung Passumah. Dari berbagai alas an argumentative, penulis lebih mengakui bahwa Gunung Ophir adalah Gunung Pusuk Buhit.
Kisah-kisah di Alkitab menyebutkan bahwa Raja Salomo (Sulaiman, red.) mendapatkan emas, perak, Kayu Cendana, batu mulia, gading gajah, monyet, merak, dikirim dari sebuah pelabuhan yang ada di Negri Ophir (Ofir) sekali dalam tiga tahun.
Dalam Kitab Kejadian-6,10 disebutkan bahwa Ofir adalah anak dari Joktan keturunan Sem. Dan mengenai barang-barang yang pesan Raja Sulaiman yang berasal dari Negri Ophir ada dalam Kitab 1-Raja-raja-9-10-22, 1-Tawarikh-29, 2-Tawarikh-8, Ayub-22-28, Mazmur-45, Yesaya-13:
Kejadian:-6: (Allah memerintahkan Nuh untuk membuat kapal terbuat dari kayu gofir)
Kejadian-10: (Setelah peristiwa Air-bah Nuh berketurunan dan salah satu bangsa keturunannya pada generasi ke-7 adalah Ofir, dimana mereka bermukim meluas dari Mesa dan Sefar yaitu daerah pegunungan di sebelah timur.)
1 Raja-raja-9-10: (Raja Salomo ‘Sulaiman, red.’ Sewaktu mendirikan rumah Tuhan dengan kerja paksa, juga mengirimkan kapal-kapalnya berlayar ke negri Ofir untuk mengambil 14.000 kg emas,termasuk yang diangkut oleh kapal Hiram sejumlah 4.000 kg dan setiap tahun menerima hampir 23.000 kg emas yang berasal dari Ofir). Riwayat yang sama diceritakan juga dalam kitab 1 Tawarikh dan 2 Tawarikh
Ayub-22 + 28: (Percakapan antara Elifas dan Ayub dan Sofar, yang menyinggung emas dari Ofir yang sangat bermutu tinggi).
Mazmur-45: (tentang nyanyian kaum Korah yang mengkisahkan tentang pakaian yang harum berbau Mur, Gaharu, Cendana, dan berlapis emas yang didatangkan dari Ofir.)
Yesaya-13: (tentang rencana Tuhan akan menghukum manusia karena kejahatannya dan mengumpamakan manusia akan lebih sedikit dari emas Ofir.
Sampai saat ini belum dapat dipastikan dimana letak Negri Ophir, akan tetapi dari data-data yang berkaitan dapatlah diambil pendekatannya bahwa Negri Ophir terdapat di Tanah Batak.

PEMBAGIAN TANAH BATAK

Teritorial Batta country – Tano Batak (menurut informasi yang diperoleh dari Penduduk Inggris) terbagi dalam distrik utama sebagai berikut; Angkola, Padambola (Padang Bolak, red.), Mandiling (Mandailing, red.), Toba, Selindong (Silindung, red.), dan Singkel (Singkil, red.), dimana Angkola mempunyai 5 sub-suku, Mandailing menpunyai 3 sub-suku, Toba mempunyai 5 sub-suku. Berdasarkan catatan Belanda yang dipublikasikan dalam Transaksi Masyarakat Batavia, yang terperinci, Batak dibagi dalam tiga kerajaan. Satu diantaranya bernama Simamora yang berada di pedalaman dan terdiri dari sejumlah perkampungan, diantaranya bernama Batong, Ria, Allas, Batadera, Kapkap (daerah penghasil kemenyan), Batahol, Kotta Tinggi (tempat rumah tinggal raja), dengan dua kawasan terletak di pantai timur yang disebut Suitara-male dan Jambu-ayer.
 
Disebutkan bahwa kerajaan ini menghasilkan banyak emas dari pertambangan di Batong dan Sunayang. Bata-salindong (Batak Silindung, red.) juga terdiri dari banyak distrik, beberapa diantaranya penghasil kemenyan dan distrik lainnya penghasil mas-murni. Tempat tinggal raja adalah di Salindong (Silindung, red.). Bata-gopit (Batu Gopit, red.) terletak dikaki gunung aktif, yang pernah meletus, dari situlah penduduk mengambil belerang, untuk kemudian diproduksi menjadi gunpowder (mesiu senjata, red.). Kerajaan kecil yang disebut Butar terletak di arah timurlaut sampai kearah pantai timur, dimana tempat tersebut dinamai Pulo Serony (Pulau Seruni, red.) dan Batu Bara yang banyak menikmati perdagangan; juga Longtong (Lantung, red.) dan Sirigar (Siregar, red.). yang berada di muara sungai yang besar bernama Assahan (Sungai Asahan, red.). Butar tidak menghasilkan kapurbarus, juga tidak menghasilkan kemenyan, dan juga tidak menghasilkan emas, dan penduduknya hidup dari pertanian. Rajanya bertempat tinggal di kota juga bernama sama, Butar.

BANGUNAN KUNO

Jauh ke pedalaman sungai di Batu Bara, yang ujungnya bermuara ke selat Malaka, ditemukan sebuah bangunan besar terbuat dari batubata, mengenai bangunannya sepertinya bukan tradisinya dibangun oleh penduduk setempat. Dijelaskan bahwa bentuknya segi-empat, atau beberapa bentuk segi empat, dan di satu sisinya terdapat pilar yang sangat tinggi, mungkin bagi mereka dirancang untuk menempatkan bendera. Bentuk-bentuk gambar atau reliefnya berbentuk gambar manusia yang dipahat di dinding temboknya, sepertinya mirip dewa-dewa bangsa Cina (mungkin juga Hindu). Batu batanya, yang dibawa ke Tapanuli berukuran lebih kecil dari yang umum digunakan di Inggris.

SINGKEL (SINGKIL)

Sungai Singkel, merupakan sungai terbesar di pantai barat pulau itu, yang berasal jauh dari pegunungan Daholi, di kawasan Achin (Aceh, red.), dan panjangnya sekitar 30 mil dari laut yang mengaliri airnya dari Sikere, di sebuah tempat bernama Pomoko, yang mengalir sepanjang Tanah Batak. Sehabis persimpangan ini sungainya sangat lebar, dan cukup dalam untuk dialiri kapal untuk muatan berat, tetapi pangkalnya sangat dangkal dan berbahaya, dalamnya tak lebih dari 6 kaki (1,8 m) saja pada saat surut, dan kalau sedang pasang akan naik 6 kaki (1,8 m) juga. Lebarnya pada daerah ini sekitar ¾ mil. Pada dataran rendal daerah ini banyak yang tergenang air sewaktu musim hujan, tetapi ada dua daerah yang disebutkan oleh Kapten Forrest tidak tergenang air yaitu bernama
Rambong dan Jambong, di dekat muaranya.
Kota utama terletak sekitar 40 mil ke hulu sungai di pencabangan sebelah utara. Di sebelah selatan ada sebuah kota bernama Kiking, dimana ramai perdagangan dilakukan oleh orang Malays (orang Melayu, red.) dan Achinese (orang Aceh, red.) di daerah yang dulunya gunung Samponan atau gunung Papa menghasilkan banyak kemenyan daripada di Daholi. Disebutkan dalam sebuah catatan Belanda bahwa selama 3 hari pelayaran lebih kehulu Singkil maka anda akan menemukan danau yang sangat besar, yang luasannya belum diketahui.
Barus, tempat berikutnya yang berada dibagian selatan, sudah sangat terkenal di negri timur yang disebut kapur-barus atau kamfer, bahkan yang diimport dari Jepang atau Cina disebut juga namanya kapur-barus. Inilah kawasan paling terpencil dimana Belanda sudah lama membangun pabriknya sebelum kemudian meninggalkannya. Mirip seperti pemerintahan Melayu yang diperintah oleh seorang raja, seorang bandhara (bendahara, red.), dan delapan orang pangulus (penghulu, red.), dan dengan kekhususan ini, bahwa raja-raja dan para bendahara dapat silih berganti harus dari kalangan keluarga utama yang disebut Dulu (di hulu, red.) dan D’illir (di hilir, red.). Daerah kekuasaan dulunya dikatakan sampai ke Natal. Kotanya bertempat kira-kira 1 league (3 mil) dari tepi pantai dan 2 league (6 mil) ke daratan terdapat 8 perkampungan yang semuanya dihuni oleh orang Batak, sebagai penduduk yang membeli kapur barus dan kemenyan dari orang-orang di pegunungan Diri (Dairi, red.), yang memanjang dari Singkil di selatan sampai dataran tinggi Lasa, di dekat Barus, dimana daerah ini sudah berada di distrik Toba.






Resources By : www.nababan.wordpress.com