Buku History of Sumatra karangan William
Marsden yang diterbitkan pada tahun 1811 sebenarnya sudah ada yang
diterjemahkan oleh Remaja Rosdakarya di tahun 1999 dan oleh Komunitas
Bambu pada tahun 2008.
Apabila anda belum memiliki buku-buku tersebut, maka Batakone mencoba
untuk menerbitkan beberapa posting berserial khususnya untuk Bab-20
tentang Batak. Postingan ini tidak diambil dari dua buku terjemahan yang
disebutkan di atas tetapi langsung dari teks bahasa Inggris koleksi
Universitas Michigan yang dicetak oleh pengarang J. McCreery, dan
diterjemahkan secara bebas. Apabila ada interpretasi yang berbeda dengan
buku terjemahannya harap dimaklumi.
PENGANTAR
The History of Sumatra adalah sebuah buku
yang diterbitkan tahun 1810 oleh penulisnya William Marsden (1754 –
1836). Bukunya edisi-2 diterbitkan pada tahun 1784 sebanyak 373 halaman,
dan Edisi-3 – pada tahun 1811 sebanyak 479 halaman berasal dari buku
asli koleksi Universitas Michigan yang dicetak oleh pengarang J.
McCreery dan dipasarkan oleh Longman, Hurst, Rees, Orme, dan Brown di
tahun 1811.
Buku The History of Sumatra berisi tentang pemerintahan, hokum, adat
istiadat, karakter dasar penduduk pribumi, serta penjelasan tentang
hasil-hasil bumi, dan hubungan antar pemerintahan kerajaan di Pulau
Sumatra.
William Marsden yang lahir tanggal 16 Nopember 1754 dan meninggal
tanggal 6 Oktober 1836 merupakan pionir dalam studi tentang Indonesia
dan Sumatra secara umum dan khususnya Bangsa Batak. William Marsden juga
sebagai seorang ahli di bidang studi bangsa-bangsa di timur, termasuk
sebagai ahli dibidang studi bahasa-bahasa asli, dan sebagai kolektor
koin-koin kuno.
William Marsden adalah anak seorang pedagang dari Dublin. Dia diangkat
sebagai pelayan umum disebuah Perusahaan India Timur pada usia 16 tahun
dan dikirim ke Bengkulu pada tahun 1771. Kemudian William Marsden
diangkat menjadi Sekretaris Utama Pemerintah karena memahami bahasa
melayu termasuk pengetahuannya tentang negri Sumatra. Sekembalinya ke
London di tahun 1779, dia menulis History of Sumatra (Sejarah Sumatra).
Buku Sejarah Sumatra terdiri dari 23 bab dimana pada Bab-20 khusus
menceritakan tentang BATAK. Pada Buku Sejarah Sumatra ini, William
Marsden menulis 17 sub-bab mengenai BATAK yang berisi tentang: Negri
Batak, Teluk Tapanuli, Perjalanan ke Pedalaman, Kayu Manis (Cassia
Trees), Pemerintahan, Tentara, Peralatan Perang, Perdagangan, Dewa-dewa,
Makanan, Sifat-sifat, Bahasa, Tulisan, Agama, Acara Penguburan,
Kriminal, Kebudayaan yang Luarbiasa.
B A T A K
Satu diantara penduduk pulau yang dapat
disebutkan sangat berbeda, dan dengan segala hormat disebutkan secara
tegas sebagai orang asli Sumatra, adalah Bangsa Batak (Battas), yang
sangat jauh berbeda dari penduduk lainnya, dari segi adat istiadat dan
kebiasaan
nya yang sangat luarbiasa, dan khususnya dalam beberapa
penerapannya yang diluar dari kebiasaan, sehingga harus dibuat perhatian
khusus untuk menjabarkannya.
LETAK NEGRI BATAK (TANO BATAK)
Negri Batak dibatasi sebelah utara
berbatasan dengan Aceh, yang dibatasi oleh Gunung Papa dan Gunung Deira,
dan disebelah selatan dibatasi oleh kawasan bebas yang disebut Rau atau
Rawa (Daerah Rao sekarang, red.); memanjang sepanjang pantai laut
disebelah barat dari mulai sungai Singkel (Singkil, red.) sampai ke
Tabuyong, dan didaratannya, berbatasan dengan Ayer Bangis (Air Bangis,
red.), dan secara umum berbatasan sepanjang pulau, yang menyempit
disekitar kawasan itu, sampai ke pantai bagian timur, kira-kira lebih
kurang sampai ke batasan kekuasaan Melayu dan Aceh dibagian daerah
maritimnya, sebagai kekuasaan komersial. Kawasan Tanah Batak sangat
padat penduduknya, terutama di kawasan pusat, dimana terdapat dataran
terbuka dan masih perawan, di perbatasannya (sebagaimana disebutkan)
terdapat sebuah danau yang sangat besar, tanahnya subur, dan
pertaniannya jauh lebih maju daripada di daerah negri bagian selatan,
yang masih ditutupi oleh hutan lebat, dimana terlihat pohon-pohon kosong
kecuali pohon-pohon yang ditanami oleh penduduk disekitar kampung,
kecuali disepanjang tebing sungai masih tumbuh lebat, tetapi dimanapun
terlihat suasana yang kuat menggambarkan keberadaan daerah itu. Jumlah
air kelihatan tidak begitu melimpah dibanding kawasan bagian selatan,
yang boleh dikatakan berada agak lebih rendah, di bukit barisan yang
memanjang kearah utara dari mulai Selat Sunda sampai daerah pedalaman
pulau, yang berukuran luas sampai berakhir di Gunung Passumah (Pasamah,
red.) atau Gunung Ophir (Pusuk Buhit, red.). Disekitar Teluk Tappanuli
(Tapanuli, red.) dataran tingginya berhutan lebat sampai ke dekat
pantai.
Resitasi Sub-Bab LETAK NEGRI BATAK:
William Marsden menyebutkan bahwa Bangsa Batak adalah yang paling pantas disebut sebagai penduduk asli Pulau Sumatra.
Bangsa Batak sangat jauh berbeda dengan penduduk dari segi adat istiadat
dan kebiasaannya yang sangat luarbiasa sehingga harus dibuat perhatian
khusus untuk menjabarkannya.
William Marsden menggambarkan bahwa Letak Negri Batak adalah sepenuhnya
Sumatra Utara Sekarang, yang berbatasan dengan Propinsi Sumatra Barat
dan daratan sampai
ke Propinsi Riau dan disebelah baratnya di Singkil dan Air Bangis berbatasan dengan Propinsi Nangro Aceh.
William Marsden juga menggambarkan bahwa di Pusat Tanah Batak (Silindung
dan Toba, red.) sudah sangat padat penduduknya yang dikatakan dekat
dengan danau yang sangat besar (Danau Toba, red.).
Pertanian di Pusat Tanah Batak (Toba, Silindung, red.) sudah sangat baju
dan semua dataran terpakai untuk pertanian tetapi pohon-pohon besar
sudah agak kosong kecuali disekitar perkampungan.
Di bagian selatan Tanah Batak disebutkan masih banyak hutan lebat,
tetapi jumlah air masih lebih melimpah di daerah selatan karena tanahnya
lebih rendah.
Tanah Batak pedalaman disebutkan terletak di Bukit Barisan yang
memanjang dari mulai Selat Sunda sampai berakhir di Gunung Passumah atau
Gunung Ophir.
Catatan:
Gunung Ophir adalah suatu tempat yang masih menjadi misteri. Sejak
dikemukakan oleh Plato di abad-4&5, banyak kalangan yang meneliti
dimana keberadaan Gunung Ophir. William Marsden menyebutkan bahwa Gunung
Ophir adalah Gunung Passumah. Dari berbagai alas an argumentative,
penulis lebih mengakui bahwa Gunung Ophir adalah Gunung Pusuk Buhit.
Kisah-kisah di Alkitab menyebutkan bahwa Raja Salomo (Sulaiman, red.)
mendapatkan emas, perak, Kayu Cendana, batu mulia, gading gajah, monyet,
merak, dikirim dari sebuah pelabuhan yang ada di Negri Ophir (Ofir)
sekali dalam tiga tahun.
Dalam Kitab Kejadian-6,10 disebutkan bahwa Ofir adalah anak dari Joktan
keturunan Sem. Dan mengenai barang-barang yang pesan Raja Sulaiman yang
berasal dari Negri Ophir ada dalam Kitab 1-Raja-raja-9-10-22,
1-Tawarikh-29, 2-Tawarikh-8, Ayub-22-28, Mazmur-45, Yesaya-13:
Kejadian:-6: (Allah memerintahkan Nuh untuk membuat kapal terbuat dari kayu gofir)
Kejadian-10: (Setelah peristiwa Air-bah Nuh berketurunan dan salah satu
bangsa keturunannya pada generasi ke-7 adalah Ofir, dimana mereka
bermukim meluas dari Mesa dan Sefar yaitu daerah pegunungan di sebelah
timur.)
1 Raja-raja-9-10: (Raja Salomo ‘Sulaiman, red.’ Sewaktu mendirikan rumah
Tuhan dengan kerja paksa, juga mengirimkan kapal-kapalnya berlayar ke
negri Ofir untuk mengambil 14.000 kg emas,termasuk yang diangkut oleh
kapal Hiram sejumlah 4.000 kg dan setiap tahun menerima hampir 23.000 kg
emas yang berasal dari Ofir). Riwayat yang sama diceritakan juga dalam
kitab 1 Tawarikh dan 2 Tawarikh
Ayub-22 + 28: (Percakapan antara Elifas dan Ayub dan Sofar, yang menyinggung emas dari Ofir yang sangat bermutu tinggi).
Mazmur-45: (tentang nyanyian kaum Korah yang mengkisahkan tentang
pakaian yang harum berbau Mur, Gaharu, Cendana, dan berlapis emas yang
didatangkan dari Ofir.)
Yesaya-13: (tentang rencana Tuhan akan menghukum manusia karena
kejahatannya dan mengumpamakan manusia akan lebih sedikit dari emas
Ofir.
Sampai saat ini belum dapat dipastikan dimana letak Negri Ophir, akan
tetapi dari data-data yang berkaitan dapatlah diambil pendekatannya
bahwa Negri Ophir terdapat di Tanah Batak.
PEMBAGIAN TANAH BATAK
Teritorial Batta country – Tano Batak
(menurut informasi yang diperoleh dari Penduduk Inggris) terbagi dalam
distrik utama sebagai berikut; Angkola, Padambola (Padang Bolak, red.),
Mandiling (Mandailing, red.), Toba, Selindong (Silindung, red.), dan
Singkel (Singkil, red.), dimana Angkola mempunyai 5 sub-suku, Mandailing
menpunyai 3 sub-suku, Toba mempunyai 5 sub-suku. Berdasarkan catatan
Belanda yang dipublikasikan dalam Transaksi Masyarakat Batavia, yang
terperinci, Batak dibagi dalam tiga kerajaan. Satu diantaranya bernama
Simamora yang berada di pedalaman dan terdiri dari sejumlah
perkampungan, diantaranya bernama Batong, Ria, Allas, Batadera, Kapkap
(daerah penghasil kemenyan), Batahol, Kotta Tinggi (tempat rumah tinggal
raja), dengan dua kawasan terletak di pantai timur yang disebut
Suitara-male dan Jambu-ayer.
Disebutkan bahwa kerajaan ini menghasilkan banyak emas dari pertambangan
di Batong dan Sunayang. Bata-salindong (Batak Silindung, red.) juga
terdiri dari banyak distrik, beberapa diantaranya penghasil kemenyan dan
distrik lainnya penghasil mas-murni. Tempat tinggal raja adalah di
Salindong (Silindung, red.). Bata-gopit (Batu Gopit, red.) terletak
dikaki gunung aktif, yang pernah meletus, dari situlah penduduk
mengambil belerang, untuk kemudian diproduksi menjadi gunpowder (mesiu
senjata, red.). Kerajaan kecil yang disebut Butar terletak di arah
timurlaut sampai kearah pantai timur, dimana tempat tersebut dinamai
Pulo Serony (Pulau Seruni, red.) dan Batu Bara yang banyak menikmati
perdagangan; juga Longtong (Lantung, red.) dan Sirigar (Siregar, red.).
yang berada di muara sungai yang besar bernama Assahan (Sungai Asahan,
red.). Butar tidak menghasilkan kapurbarus, juga tidak menghasilkan
kemenyan, dan juga tidak menghasilkan emas, dan penduduknya hidup dari
pertanian. Rajanya bertempat tinggal di kota juga bernama sama, Butar.
BANGUNAN KUNO
Jauh ke pedalaman sungai di Batu Bara,
yang ujungnya bermuara ke selat Malaka, ditemukan sebuah bangunan besar
terbuat dari batubata, mengenai bangunannya sepertinya bukan tradisinya
dibangun oleh penduduk setempat. Dijelaskan bahwa bentuknya segi-empat,
atau beberapa bentuk segi empat, dan di satu sisinya terdapat pilar yang
sangat tinggi, mungkin bagi mereka dirancang untuk menempatkan bendera.
Bentuk-bentuk gambar atau reliefnya berbentuk gambar manusia yang
dipahat di dinding temboknya, sepertinya mirip dewa-dewa bangsa Cina
(mungkin juga Hindu). Batu batanya, yang dibawa ke Tapanuli berukuran
lebih kecil dari yang umum digunakan di Inggris.
SINGKEL (SINGKIL)
Sungai Singkel, merupakan sungai terbesar
di pantai barat pulau itu, yang berasal jauh dari pegunungan Daholi, di
kawasan Achin (Aceh, red.), dan panjangnya sekitar 30 mil dari laut
yang mengaliri airnya dari Sikere, di sebuah tempat bernama Pomoko, yang
mengalir sepanjang Tanah Batak. Sehabis persimpangan ini sungainya
sangat lebar, dan cukup dalam untuk dialiri kapal untuk muatan berat,
tetapi pangkalnya sangat dangkal dan berbahaya, dalamnya tak lebih dari 6
kaki (1,8 m) saja pada saat surut, dan kalau sedang pasang akan naik 6
kaki (1,8 m) juga. Lebarnya pada daerah ini sekitar ¾ mil. Pada dataran
rendal daerah ini banyak yang tergenang air sewaktu musim hujan, tetapi
ada dua daerah yang disebutkan oleh Kapten Forrest tidak tergenang air
yaitu bernama
Rambong dan Jambong, di dekat muaranya.
Kota utama terletak sekitar 40 mil ke hulu sungai di pencabangan sebelah
utara. Di sebelah selatan ada sebuah kota bernama Kiking, dimana ramai
perdagangan dilakukan oleh orang Malays (orang Melayu, red.) dan
Achinese (orang Aceh, red.) di daerah yang dulunya gunung Samponan atau
gunung Papa menghasilkan banyak kemenyan daripada di Daholi. Disebutkan
dalam sebuah catatan Belanda bahwa selama 3 hari pelayaran lebih kehulu
Singkil maka anda akan menemukan danau yang sangat besar, yang luasannya
belum diketahui.
Barus, tempat berikutnya yang berada
dibagian selatan, sudah sangat terkenal di negri timur yang disebut
kapur-barus atau kamfer, bahkan yang diimport dari Jepang atau Cina
disebut juga namanya kapur-barus. Inilah kawasan paling terpencil dimana
Belanda sudah lama membangun pabriknya sebelum kemudian
meninggalkannya. Mirip seperti pemerintahan Melayu yang diperintah oleh
seorang raja, seorang bandhara (bendahara, red.), dan delapan orang
pangulus (penghulu, red.), dan dengan kekhususan ini, bahwa raja-raja
dan para bendahara dapat silih berganti harus dari kalangan keluarga
utama yang disebut Dulu (di hulu, red.) dan D’illir (di hilir, red.).
Daerah kekuasaan dulunya dikatakan sampai ke Natal. Kotanya bertempat
kira-kira 1 league (3 mil) dari tepi pantai dan 2 league (6 mil) ke
daratan terdapat 8 perkampungan yang semuanya dihuni oleh orang Batak,
sebagai penduduk yang membeli kapur barus dan kemenyan dari orang-orang
di pegunungan Diri (Dairi, red.), yang memanjang dari Singkil di selatan
sampai dataran tinggi Lasa, di dekat Barus, dimana daerah ini sudah
berada di distrik Toba.
Resources By : www.nababan.wordpress.com